Cerita Dewasa - Lendir Di Atas Sofa Cinta

Vipbandarq - Pukul 13:50 WIB di Apartment tempat tinggal Sonny, Hujan tinggal gerimis saja tapi cukup menyejukkan di siang hari yg biasanya panas. Rupanya hujan deras tadi membuat perjalanan dari bandara cukup lama. Setelah mampir di warung Mas Gendut untuk membeli rokok kita berdua bergegas ke kamarku yg terletak di lantai 4.

http://vipbandarq.com/?ref=sphinx88


silakan masuk!” aku mempersilakan Melda masuk kamarku.
“Tapi maaf yah tempatku berantakan, maklum lelaki”, aku agak tak enak kalau Melda tak nyaman di sini.
“Ah kamu Son.. biasa aja koq, tempatku di Singapura juga ga lebih bagus dari ini”, ujarnya merendah.
Ruangan Apartmentku tak besar, terdiri dari ruang tamu, satu kamar tidur, kamar mandi dan dapur. Lumayan buat bujangan.
“Wah!” seru Melda.
“Sofa kamu funky bingit warnanya”, Melda rupanya tertarik pada sofaku yg berwarna kuning itu. Aku sendiri tak suka dengan warna kuning karena norak sekali. Tapi sofa pemberian kakakku ini bisa dirubah jadi tempat tidur cadangan, jadi berguna kalau ada teman-teman yg menginap di sini.
“Oh ini sofa udah lama, ini diberi sama kakakku, Mbak Widya”, kataku.
“Its very cool!” Melda segera merebahkan badannya di atas sofa itu. Dari ekspresinya dia seperti anak kecil yg menemukan mainan lamanya.
“Eh maaf, aku juga punya sofa warna kuning di apartemenku di Singapura”, kata Melda sembari mengganti posisi duduknya. Dia seperti menyadari kalau aqu agak terbengong-bengong atas sikapnya tadi.
Aku kembali memutar otak, bagaimana caranya untuk mendapatkan tropi yg satu ini sebelum Priska menjemputnya. Segala macam cara kupikirkan termasuk memberinya obat perangsang (tapi segera aku buang dari benakku karena merasa malu sendiri). Aku duduk di sampingnya dan menyalakan TV. Melda bangkit dan bertanya,
“Son.. aku haus kamu ada es batu?” Aku heran dan berkata,
“Di kulkas ada air dingin tuh, kamu tak perlu pakai es batu lagi.” Melda segera mangambil gelas dan sebotol air dingin di kulkas. Aku menonton TV sembari kakiku selonjoran di atas meja di depan sofa.
“Eh si Priska masih lama yah meeting-nya?” tanya Melda sambari duduk di sampingku dan menaikkan kakinya selonjoran di meja.
“Nanti sekitar jam 3 ato jam 4 selesai, dia bilang mau telpon kog kalau udah selesai”, kataku menjelaskan sembari menghembuskan asap rokok. Tampak asap rokok mengepul melenggok bagai badan seorang wanita yg menggoda.
“Kamu mau juga ga?” Melda menawarkan segelas air minumnya.
“Oh no thanks.. dingin-dingin begini aku tak bisa minum es.” Aku menjawab singkat sembari memperhatikan sepasang kaki Melda yg parkir di sebelah kakiku di atas meja. Tampak gelang kakinya menambah manis kakinya yg bagus dan terawat itu.
Terdengar suara Melda yg minum pakai sedotan dari gelas yg sudah habis airnya.
“Srrt.. srrt!” Melda menyedot gelas yg sudah kosong. Aku menoleh ke arahnya dan tanpa kusangka sepasang mata bulatnya sedang menatapku dengan tatapan nakal. Terlihat senyumnya yg kekanak-kanakan sembari bibirnya menyedot sedotan di gelas yg sudah kosong itu. Rupanya Melda menggodaku.
“Kayak anak-anak yah?” ujarnya sembari tetap tersenyum ke arahku. Aku tetap belum mau terpancing (soalnya takut salah kira).
“Iseng bingit sih kamu”, aku menjawab sembari membalas senyumnya.
“Lagian daripada nungguin Priska lama bingit.” Aku makin terkejut, suara Melda sengaja dibuat seperti merengek manja. Aku jadi makin salah tingkah, bingung apakah Melda bener-bener menggodaku ato memang dia punya sifat manja? Belum habis kebingunganku, tiba-tiba kurasakan kaki Melda menggelitik kakiku.
“Serius bingit sih kamu, biasa aja dong”, ujarnya menggodaku lagi. Pucuk ditimpa ulam tiba, aku segera membalas menggelitiki kakinya. Terdengar Melda tertawa tertahan menahan geli. “Mel..” ucapanku tertahan karena Melda meletakkan jari telunjuknya di atas bibirku memotong perkataanku. “Ssst.. stop talking”, tatapan matanya berubah dan aku melihat ada gairah dalam tatapannya. Suaranya terdengar lebih mesra sementara nafasnya semakin berat. “Kira-kira pikiran di kepala kita saat ini sama ga yah?” Perkataan Melda itu segara menyalakan lampu di kepalaku yg dilanda kebuntuan sejak tadi.
Segera aku mematikan rokok, menyingkirkan gelas yg dipegangnya dan segera membalikkan badan ke arahnya. Melda mengganti posisi duduknya menjadi meringkuk, kakinya ditekuk di depan dadanya. Aku mendekatkan wajahku ke wajahnya tak sabar ingin melumat bibir tipisnya. Tiba-tiba Melda menahan badanku dengan tangannya dan agak mendorongku menjauh darinya.
“Wait a minute”, katanya.
“Kita lakuin step by step, OK.” Suara Melda setengah memerintah dengan tatapan mata yg kian meredup menahan gejolak hasratnya.
Aku kembali berusaha mendekat kepadanya bagaikan seekor pemangsa mendekati mangsanya. Kali ini gerak majuku tartahan oleh kaki kanan Melda yg disodorkan menahan dadaku. Melda seperti menendang secara perlahan hingga kembali mendorongku mundur. Terlihat senyumnya dingin tapi penuh gairah ke arahku. Kakinya yg halus dan mulus itu diselipkan ke bagian kemejaku yg sudah terbuka dan aku merasakan kakinya yg halus membelai dadaku yg bidang dan agak berbulu. Gerakan kakinya lincah bermain di atas puting dadaku. Kuraih betisnya lalu lidahku mulai menjelajahi kaki Melda yg indah dan terawat itu. Mulai dari tumitnya ke bagian engkel lalu ke arah betis bagian bawahnya. Halus dan hangat terasa di lidahku. Melda kegelian, ujung jari-jari kakinya beberapa kali mengejang menahan kenikmatan yg mulai merembet ke atas.
Aku gemas melihat jari-jari kakinya yg indah tersebut lalu kukulum satu persatu. “Iiih”, Melda mengerang lirih menahan rasa geli bercampur nikmat. Sekitar 3 menit aku melakukan legs job ketika Melda yg sudah tak tahan lagi membuka ikat pinggangku dan membuka celanaku dengan penuh hasrat. Aku segera menarik lepas baju kaos tanpa lengan yg dia kenakan. Terlihat bra hitamnya dan garis payudaranya yg kencang dan ranum.
Begitu celana dalamku terlepas, kemaluanku segera berdiri bagaikan ular kobra yg terusik. Melda sejenak menggigit bibir bawahnya dan memeletkan lidahnya sebelum dia memagut gagang kemaluanku dangan rakusnya tanpa dipegang terlebih dahulu. Kedua tangan Melda merayap ke atas dadaku sembari sesekali membuat gerakan seperti mencakar yg membangkitkan sensasi tersendiri buatku. Kedua lengan Melda terlihat kencang dan pundaknya tampak cukup atletis (belakangan aku baru tahu kalau Melda punya hobby diving/menyelam). Hangat terasa saat gagang kemaluanku dikulumnya. Kadang Melda memainkan gagang kemaluanku dalam mulutnya dengan lidah. Kemudian Melda menciumku mulai dari gagang kemaluan terus ke atas hingga bibir kita berdua bertemu dan saling berpagutan dengan permainan lidah yg memabukkan.
Sementara itu Melda melepaskan celananya sedangkan aku membuka bra-nya. Tampak buah dadanya yg ranum dan terbentuk dengan sempurna. Payudara Melda tak tergolong besar tapi bentuknya betul-betul indah dengan putingnya yg lancip bagaikan melotot ke arahku. kulingkarkan lenganku di pinggangnya yg ramping sembari mendekapkan kedua badan kita yg berciuman. Bagaikan es dan api bertemu menghasilkan getaran dahsyat di antara kita. Melda mendongak sembari menggoyg pinggulnya menggesek gagang kemaluanku.
“Oooh Sonnyy.. uffssh”, dia mengerang sembari memejamkan matanya. Aku menciumi lehernya yg jenjang, lalu telinganya kemudian turun ke payudaranya. Aku memainkan lidahku di ujung puting susunya, “Uuuhh.. yes Soon!” Melda mendekap dan membenamkan wajahku di antara buah dadanya. Tercium wangi aroma badan wanita yg sedang dilanda birahi.
Aku merebahkan badannya lalu meneruskan eksplorasiku ke bagian bawah. Kugerakkan tanganku mencakar halus pinggangnya sampai ke payudaranya. Melda meremas kedua tanganku, menahan geli yg ditimbulkannya.
“Ssshh.. sshh!” Melda mendesis berkali-kali menahan kenikmatan itu. Aqu menarik turun celana dalamnya yg berwarna putih dengan motif kupu-kupu berwarna-warni. Sesaat kemudian aqu sudah berhadapan dengan tropi itu. Lubang kewanitaan Melda yg tampak tebal dengan bulu-bulu yg sepertinya sering dicukur sehingga tumbuh rapi.
Sejenak aku mentaqumi keindahan lubang kewanitaannya, lalu Melda bergerak sedikit mengangkat pinggulnya dan membuka agak lebar kedua pahanya seakan menyodorkan menu utamanya ke wajahku. Aku memainkan klitorisnya dengan tanganku, sementara kujilati kedua pahanya.
“Aaahh.. sshh”, Melda mengerang lirih. Aku menikmati aroma kewanitaannya yg semerbak bersamaan keluarnya cairan cinta dari lubang kemaluannya. Kubenamkan wajahku ke lubang kemaluannya sembari menjilati bibir kemaluannya. Klitorisnya yg berwarna merah jambu kukulum sembari kumainkan dengan lidahku. Badan Melda menggelinjang bergetar,
“Uuuhffss.. Aaahh!” Melda menjerit menahan kenikmatan sembari tangannya menggenggam tepi sofa. Kurasakan cairan kemaluannya deras mengalir dan kuhisap dengan penuh kepuasan.
“Son.. masukin sekarang.. aku ga tahan nich..” Melda lirih memohonku untuk segera memasuki badannya. Aku segera menempatkan badanku di atas badannya yg ramping seksi serta kencang itu. Berdesir darahku melihat Melda terbaring polos telanjang. Kulitnya yg berwarna kemerahan karena terbakar matahari namun tetap mulus dan halus karena dirawat dengan baik hingga menambah gairahku. Body Melda agak kurus tapi kencang dan atletis mirip-mirip pelari sprinter tapi untungnya tak sampai berotot.
“Sonn.. jangan lupa pake pengaman.. aku tak ingin hamil..” suara Melda yg seksi mengingatkanku.
“Ok, tenang aja..” aku segera meraih dompetku dan mengeluarkan kondom yg selalu kusiapkan di situ. Si junior bersarungkan karet siap tempur! Melda menggenggam gagang kemaluanku dan menuntunnya ke lubang kemaluannya yg merah basah.
Sejenak sempat kudengar Melda mendesis saat meraih gagang kemaluanku.
“Uuu.. besar dan kuat”, ujarnya setengah berbisik seperti berbicara pada dirinya sendiri. Begitu ujung kepalanya menempel di bibir kewanitaannya, kurasakan getaran listrik yg mulai menjalar di seluruh badanku. Lalu perlahan aku dorongkan ke dalam lubang kemaluannya.
“Uuuhhss.. yess, Soon.. uuffssh”, Melda mengerang sembari mendongakkan kepalanya. Dengan satu dorongan berikutnya gagang kemaluanku sudah masuk secara full dalam lubang kenikmatan Melda yg hangat dan tebal. Melda mengalungkan kedua tangannya di leherku dan kedua kakinya melingkar di pinggangku.
Aku mulai gerakan memompa lubang kemaluannya.
“Yess.. uff Soon”, Melda menjerit halus sembari memejamkan matanya. Gerakanku semakin lama semakin cepat dengan tekanan yg makin kuat menerobos kedalaman lubang kemaluan Melda yg merespon dengan berdenyut-denyut seperti memijit gagang kemaluanku. Tiba-tiba Melda membuka matanya dan berbisik lirih,
“Son ganti posisi.. aku biasa klimaks sembari doggy.” Kami segera ganti posisi, badan Melda membalik dalam posisi menungging (doggy style). Katanya dia biasa klimaks dalam posisi ini.
Aku menuruti permintaan Melda yg jelas dalam posisi ini aku jadi bisa melihat postur Melda lebih lengkap. Biarpun Melda ramping, tapi dia memiliki bokong yg padat dan berisi sehingga dengan pinggangnya yg ramping makin membuat bokongnya montok. Aku segera mengarahkan gagang kemaluanku kembali, kali ini penetrasi dari belakang.
“Srrt..” makin lancar penetrasiku kali ini soalnya bagian luar lubang kemaluan Melda sudah makin basah. Melda menggenggam pegangan sofa dengan kedua tangannya. Aku menciumi lehernya dari belakang sembari kadang-kadang menggigit pundaknya. Ternyata Melda sangat berpengalaman dalam posisi ini dia makin aktif bergerak, selain mengikuti gerakan maju mundurku pinggulnya pun bergoyang mengocok gagang kemaluanku.
“Melda.. pinggul kamu hebat bingit”, aku berbisik terengah-engah. Melda menjawabnya dengan erangan-erangan, dia menoleh kepadaku sembari menggigit bibir bawahnya. Terlihat keringat membasahi wajahnya yg makin memerah.
Sesaat kemudian dia berbisik kepadaku,
“Faster.. syg.. lebih cepat!” suaranya dibarengi deru nafas yg memburu. Rupanya dia sudah semakin mendekati klimaks. Aku pun meresponnya dengan gerakan yg lebih cepat dan keras. Kutusukkan gagang kemaluanku makin dalam ke lubang kemaluannya seiring perasaan klimaks yg sudah diambang.
“Aaahh Uuuh Sssh.. teruus Soon ahh”, Melda menjerit sembari bergerak makin liar sampai sofa ini bergetar berderik-derik. Kuteruskan gerakanku dengan mengerahkan sekuat tenaga mengimbangi gerakan liar Melda. Gerimis masih turun di luar ketika Melda tiba-tiba menjerit,
“Aaah Uuuhhffsshh.. Soonnyy”, kepalanya mendongak, badannya bergetar hebat dan kurasakan semburan hangat dari lubang kewanitaannya merembes sampai ke buah kemaluanku. Aku pun melepaskan jutaan spermaku menyemprot kencang memenuhi karet kondom yg kupakai.
“Uuu.. yess”, Melda mengakhiri gelombang kenikmatannya.
Sejenak badan kami mengejang bersama lalu rebah lunglai di atas sofa kuning. Melda rebah menelungkup dengan badanku di atasnya. 15 menit kemudian kami duduk dan mulai membereskan pakaian kami.
“Kog jadi begini yah”, aku seperti bicara pada diriku sendiri (sengaja biar tak ketahuan niatnya).
“Tau gag apa sebabnya?” Melda berkata sembari menatap lekat wajahku. Kemudian dia melanjutkan dengan senyum nakalnya yg penuh arti itu,
“Sofa kuning ini.. bikin aqu sugesti buat ngelakuinnya.” Aku masih tak mengerti maksudnya, kemudian Melda menambahkan,
“Kan udah kubilang, di apartemenku di Singapura aku punya sofa kuning”, katanya.
“Terus?” aku minta penjelasan. Melda menambahkan,
“Pertama kali aku bercinta di sofa itu dan sampai sekarang aku selalu melakukan aktivitas seksual ku di sofa itu.” Lalu ia melanjutkan,
“Sofa kamu mengingatkanku sama punyaku di sana, so sofa kuning ini turn me on, bikin aku terangsang.”
Aku terheran-heran koq bisa begitu? belum selesai keherananku Melda berkata lagi,
“Tapi punya kamu besar juga koq, I like it very much”, ujarnya tersenyum sembari berjalan ke arah kamar mandi. Aku masih duduk lemas di atas sofa itu ketika HP-ku berbunyi. cerita sexTernyata Priska telah selesai dengan presentasinya dan sekarang sudah tiba di sini. Dia menunggu Melda di tempat parkir. Aqu mengantarkan Melda ke bawah dan di tangga Melda sempat berbisik,
“Son.. sofanya jangan kamu ganti yah! soalnya kalau aku rindu sama sofaku di Singapura pasti aku ke sini lagi.” Aha! pasti akan aku rawat dengan baik. Kalau perlu tak boleh ada orang lain yg duduk di situ selain Melda saja.
Begitulah yg terjadi di Apartmentku sore itu. Betul-betul story baru yg membuatku semangat. Karena Priska mau langsung pulang sama Melda dan besok dia harus keluar kota, jadi barang-barang bawaan Melda itu dititipkan padaku. Biar aku yg membawanya besok sekalian ke kantor.
Begitulah setiap Melda rindu pada sofa kuningnya di Singapura maka dia selalu datang ke apartemenku, dan disaat itu pula kami bercinta habis-habisan.