Cerita sex - Bikin Crot Karena Lukisan SEX

Vipbandarq - Seperti biasa suasana kampus cukup membosankan. Membuat beberapa mahasiswa sibuk dengan kegiatannya sendiri. ambil contoh seperti ini. Sebut saja namanya, Hubertus. Sedikit gambaran tentang dirinya, tidak terlalu tinggi, hampir sepantaranku, berkacamata dan pipinya agak tembem dengan kulit sawo matang. Wajah sih tidak termasuk ganteng, malah cenderung culun apalagi dengan kacamata bingkai tebalnya itu.

http://vipbandarq.com/?ref=sphinx88


Sifatnya juga tertutup dan kuper, tidak biasa gaul dengan wanita, kalau bertemu di perpustakaan, kantin atau di areal kampus lainnya pasti sendirian atau minimal bersama 1-2 temannya yang cowok. Dia berasal dari Padang dan nge-kost di di sekitar kampus ini. Karakternya yang unik ini membuatku ingin mengerjainya, aku ingin tahu apa orang seintrovert itu akan luluh oleh godaan wanita penuh gairah sepertiku.
Dalam prestasi dia memang biasa-biasa saja, IPK-ku saja lebih tinggi darinya (bukannya sombong loh). Namun dia mempunyai sebuah bakat yang menonjol yaitu menggambar, terutama menggambar kemaluan Manusia dan gambar-gambar versi anime Jepang, wajah dan proporsi tubuhnya pas sekali, aku tahu hal ini karena seringkali kalau kuliahnya boring dia sembunyi-sembunyi menggores-goreskan pensil pada kertasnya, di organizernya juga terselip beberapa hasil karyanya. Pernah suatu kali saking asyiknya menggambar dia tidak sadar kalau si dosen sedang berjalan di dekatnya, dan mengambil kertasnya dan mengamat-amati gambarnya lalu berkata
“Wah..wah anda ini lagi jatuh cinta sama siapa ya, sampai dibawa-bawa ke gambar begini, siapa nih di sini yang rambut panjang dengan kuncir ke belakang” sambil memperhatikan semua mahasiswi di kelas ini.
Kontan satu kelas termasuk aku tertawa-tawa dan saling menunjuk siapa yang di dalam gambar itu, wajahnya jadi memerah karena hal itu. Kalau saja dosennya killer pasti dia sudah diceramahin macam-macam atau bisa juga disuruh keluar, untung Bu Magdalena (si dosen itu) tidak segarang itu, beliau cuma menyindir dan menegurnya namun beliau juga memuji gambarnya itu bagus.
Suatu hari pada mata kuliah American Culture and Institution yang dosennya ‘obat tidur’ aku duduk di belakang dan kebetulan dia juga di sebelahku sehingga bisa ngobrol dengannya dengan suara pelan.
“Biasa lu nge-gambar dapat ide dari mana aja Ber ?” tanyaku sambil melihat-lihat gambar-gambar di organizernya.
“Kebanyakan sih dari film atau gambar-gambar Sheil, kalo lagi iseng ya gambar, enjoy gitu !”
“Eh…yang ini bagus nih, mirip aslinya, Vivian Hsu kan ?”
“Iya hehehe, modelnya langsung dari orang aslinya tuh” katanya sambil nyengir
“Ciyyee…mimpi kali yee !” balasku menyikutnya pelan
“Emang lu pernah pakai model asli untuk gambar-gambar lu Ber ?” tanyaku lagi
“Emmm…pernah sih dulu saudara gua, tapi kebanyakan sih gua ambil dari gambar ya, abis susah kan cari model”
“Kalau menggambar sampai selesai gini habis waktu berapa lama kira-kira ?”
“Itu tergantung mood juga sih, tapi rata-rata sih setengah jam lah”
“Gini Ber, kalau gua jadi model lu boleh ga ? pengen sih sekali-sekali dilukis gitu, gimana ?” tawarku
“Wah, bener nih Sheil ? thanks banget kalau lu mau, kapan nih ada waktu ?”
“Gua sih abis ini ga ada apa-apa lagi, lu sendiri gimana ?”
“Ooo…bagus kalau gitu di kost gua aja gimana ?” jawabnya antusias dengan tawaranku
Singkat cerita, setelah selesai perkuliahan yaitu jam sebelas, aku mengikutinya ke kostnya, dari kampus kami jalan kaki sekitar sepuluh menit. Tidak banyak orang di Bera, mungkin karena pada jam-jam seperti ini masih banyak yang kuliah, hanya nampak seorang anak muda sebagai pembantu, seorang ibu setengah baya yang juga pembantu dan dua orang penghuni kost lainnya yang semua pria. Kamar Hubertus bisa dibilang cukup rapi dibandingkan kamar pria pada umumnya, di dalam sebuah rak tersusun beberapa model robot rakitan dan patung-patung kecil tokoh anime, begitu juga di Dindingnya tertempel poster-poster anime dan game.
“Typikal tukang gambar banget nih anak, kacamata dan anime maniac gini” kataku dalam hati sambil mengamati koleksi-koleksinya sementara dia sedang ke toilet.
“Ok, Sheil bisa kita mulai ga ? Lu mau dilukis gimana ?” tanya Hubertus yang baru keluar dari toilet
“Oohh..iya tapi omong-omong lu bakal tegang ga kalo ngegambar pakai model nanti takutnya hasilnya jelek”
“Tegang ? ngga lah…emang kenapa harus tegang”
“Soalnya gua mau dilukis agak beda gitu loh”
“Bedanya gimana Sheil ? kan lu cuma tinggal diam bergaya aja ya” tanyanya bingung
“Itu loh Ber, lu pernah nonton Titanic ga ? gua maunya digambar seperti itu tuh, gimana ?” jawabku dengan polosnya, Tentu saja dia langsung tercengang dengan permintaanku itu dan wajahnya memerah
“Hah…yang bener lu Sheil, maksud lu bugil gitu ?”
“Hh-emm…wearing only this itu loh, gua yakin lu bisa kok” aku lalu melepaskan satu-satu kancing kemejaku dan memperlihatkan bra-ku
“Sheil…lu serius nih, berani kaya gini ?” seakan tidak percaya apa yang dilihat di hadapannya.
Aku tertawa tertahan melihat reaksi amatirannya itu sambil terus melucuti satu demi satu pakaianku. Matanya seperti mau copot memandangku yang sudah telanjang di depannya, dari reaksinya aku yakin dia baru kali ini melihat perempuan bugil secara langsung.
“Nah…gimana Ber ? jangan tegang gitu dong, minum dulu aja deh” Dia menerima gelas yang kusodorkan dan meminumnya lalu menarik nafas panjang
“Ok dah tenang kan, buktiin dong kalo lu profesional artist, masa ngeliat tubuh wanita aja nervous gitu hehehe” aku menenangkannya sambil tertawa kecil.
“Ya tegang dong Sheil, gua kan ga pernah gambar bugil sebelumnya” jawabnya terbata-bata, namun dia sudah lebih rileks dari yang tadi. Kulihat matanya tidak pernah lepas memandangi tubuhku
“Makanya lu harus cari pengalaman baru, supaya pandangan lu tambah luas”
“Gimana bisa kita mulai kan menggambarnya” kataku sambil membaringkan tubuh di ranjangnya
“Bentar Sheil” sahutnya lalu mengunci pintu terlebih dulu
“kalo ada yang masuk kan berabe”
“Posisi gini gimana ? bagus ga ?” aku berbaring menyamping dengan menopang kepalaku dengan tangan kanan ditekuk
“Kurang Sheil, biasa aja, mending lu tumpuk itu bantal buat Berdaran tangan terus duduk bersimpuh, kayanya lebih bagus” pintanya setelah mengamati sejenak.
“Gini ?” tanyaku mengikuti arahannya
“Ya, lebih tegak dikit Sheil, ya gitu ok” aturnya
Dia duduk di kursi seberang ranjang Bera memegang clipboard. Sebelum mulai dia minum dulu untuk menenangkan diri. Lewat lima menit, dia geleng-geleng kepala melihat kertasnya, lalu ditariknya kertas itu dan diremas-remas.
“Kenapa Ber ? gagal ?” tanyaku
“Sory Sheil, belum biasa sih jadi ga bagus tadi, sekali lagi yah, sory ngerepotin”
“Ya udah, Santai aja, lama-lama juga biasa kok”
Kali ini sepertinya dia sudah lebih enjoy melakukan aktivitasnya, tangannya bergerak dengan cepat diatas kertas, mengganti-ganti pensil, mengambil kapas dan penghapus, ibarat Leonardo yang melukis bugil Kate Winslet di film Titanic itu.
Ternyata jadi model lukisan gini capek juga loh, harus diam terus dan menjaga ekspresi wajah selama beberapa saat lamanya, semenit jadi seperti satu jam rasanya.
“Wuiihh…finally !” sahutnya dengan bernafas panjang setelah empat puluh menitan bekerja keras
“Udah Ber ? coba gua liat dong hasilnya sini” pintaku tak sabar ingin melihat hasilnya
Dia berjalan ke sini dan duduk di tepi ranjang memperlihatkan karyanya kepadaku
“Puas ga Sheil ? sory yah kalo jelek kan baru kali ini”
Aku mengamat-amati gambar itu sejenak, harus kuakui hasilnya lumayan, walaupun mukaku terlihat lebih lebar di gambar itu, namun secara keseluruhan sudah ok. Aku tahu dia terus memandangi tubuh polosku sejak tadi, tapi kubiarkan saja dia menikmatinya sambil aku melihat gambarnya.
“Hhmm…ga nyesel kayanya gua cape-cape duduk telanjang selama ini yah, ya ga Ber ?” kataku sambil menolehkan wajah melihatnya yang sedang memperhatikanku yang tanpa tertutup sehelai benangpun dengan wajah memerah.
“Eh..kenapa lo Ber, kok ngeliatin gua sampai kaya gitu, belum pernah liat wanita bugil ya sebelumnya ?” ujarku dengan tersenyum nakal
“Liat aja sih sering Sheil, tapi kalau yang beneran baru kali ini, pernah juga melihat adik gua baru keluar mandi itu juga ga sengaja” katanya sambil garuk-garuk kepala
“Jadi pegang-pegang badan wanita ga pernah dong ?” tanyaku memanSheilngnya
“Walah apalagi itu Sheil, pacar aja belum, mo sama siapa” dengan sedikit terkekeh
“Terus gimana reaksi lu ngeliat gua ga pake apa-apa di depan lo gini ?”
“Wah…gimana yah, susah omongnya nih, ya agak shock juga tadi abis baru kali ini” jawabnya gugup
“Ada pikiran macam-macam gitu ngga waktu ngegambar tadi ?” pancingku lagi
“Emmm…macam-macam gimana contohnya Sheil ?” tanyanya pura-pura bego atau memang bego nih, ga taulah, who care, lucu juga aku dengan tingkahnya ini
“Ya misalnya gini nih” seraya kuraih tangannya dan kuletakkan pada buah dada kiriku.
Terasa sekali tangannya gemetaran memegang dadaku, mulutnya melongo tak Berggup berkata-kata dan mukanya tambah merah saja. Kubimbing tangannya meremas-remas buah dada montokku.
“Mmhh…gitu remasnya, pakai perasaan…putingnya juga”
Dia menuruti apa yang kuajarkan walau masih diam terbengong. Setelah gemetarnya berkurang aku memulai aksi teruBernya, kudekatkan bibirku padanya hingga saling berpagutan.
“Mulutnya dibuka Ber, jangan kaku gitu, gua ajarin lu ciuman” bisikku dengan nada manja
Dengan agresif lidahku menjelajahi mulutnya, menyapu ke segenap penjuru, menjilati lidahnya mengajak ikut bermain sehingga pelan-pelan lidahnya juga mulai aktif mengimbangiku. Tangannya pun tanpa kubimbing lagi sudah menikmati buah dadaku dengan lebih semangat, bahkan kini dia lebih berani menjulurkan tangan satunya ke belakangku dan mengelusi punggungku.
Setelah puas berciuman, perlahan aku menarik mulutku, air liur nampak menetes dan berjuntai seperti benang laba-laba ketika mulut kami berpisah pelan-pelan.
“Itu tadi namanya Frech Kiss, Ber, udah bisa belum ?”
“Ho-oh, seru banget, lagi dong Sheil !” pintanya
“Eiitt…sabar dulu, jangan buru-buru, masih banyak yang lebih seru” kataku sambil membukakan kaosnya dan melemparnya ke kursi
“Lu berdiri dulu dong, gua bantu buka celananya !”
Dia bangkit dari duduknya dan berdiri di depanku yang duduk di pinggir ranjang. Kulucuti celananya tanpa menghiraukan reaksinya yang malu-malu, terutama ketika akan kubuka celana dalamnya.
“Iihh…rese amat sih, minggir Bera tangannya, gua bugil di depanlu aja Santai, masa lu yang cowok malu-malu kucing gini !” bentakku pelan
“Iya…iya Sheil, sori habis baru pernah nunjukin kemaluan gua ke wanita sih” katanya gugup membiarkan celana dalamnya kuturunkan.
Aku melihat kemaluannya yang sudah tegang lalu kugenggam dengan jari-jari lentikku.
“Wah, belum maksimal nih ereksiinya, liat aja nanti kalau udah ngerasain mulut gua, pasti ketagihan lu, hehehe…!” pikirku mesum
“Udah gede gini juga masih bilang malu, munafik lo ah !” ujarku sambil mengusapnya.
Kumulai dengan mengecup kepala kemaluannya dan memakai ujung lidahku untuk menggelikitiknya. Kemudian lidahku turun menjalari permukaan benda itu, sesekali kugesekkan pada wajahku yang halus, kubuat kemaluannya basah oleh liurku. Bibirku lalu turun lagi ke pangkalnya yang dipenuhi bulu-bulu, buah pelirnya kujilati dan yang lainnya kupijat dalam genggaman tanganku. Beberapa saat kemudian mulutku naik lagi dan mulai memasukkan benda itu ke mulutku. Kuemut perlahan dan terus memijati pelirnya.
“Aaa..ahhh..geli Sheil…uuhhh !” desahnya bergetar
Kulihat ekspresinya meringis dan merem-melek waktu kemaluannya kumain-mainkan di dalam mulutku. Kujilati memutar kepala kemaluannya sehingga memberinya kehangatan sekaligus sensasi luar biasa. Semakin kuemut benda itu semakin keras dan membengkak. Aku memasukkan mulutku lebih dalam lagi sampai kepala kemaluannya menyentuh langit-langit tenggorokanku. Setelah beberapa lama kusepong, benda itu mulai berdenyut-denyut, sepertinya mau keluar. Aku makin gencar memaju-mundurkan kepalaku mengemut benda itu. Hubertus makin merintih keenakan dibuatnya, tanpa disadarinya pinggulnya juga bergerak maju-mundur di mulutku. Tak lama kemudian muncratlah cairan kental itu di dalam mulutku yang langsung kusedot hingga tuntas. Kulirikan mataku ke atas melihatnya merintih sambil mendongak ke atas, tangannya mengucek-ucek rambutku.
Sisa mani yang belepotan di batangnya kujilati hingga bersih, lalu aku merebahkan diriku di ranjang dan menarik tangannya agar berbaring menindihku, gambar itu kubiarkan jatuh ke lantai, daripada kusut di ranjang tergencet tubuh kami nanti.
“Wah…sumpah enak banget tadi itu Sheil !” katanya di dekat wajahku
“Itu tadi baru pemanasan, sayang, kita masih belum beres” kataku sambil membelai lembut rambutnya
“Yuk, sekarang nyusu aja dulu sambil istirahat” suruhku memberi syarat padanya untuk melumat buah dadaku
“Gua isep sekarang yah Sheil” katanya dengan kedua tangan sudah mencaplok sepaBerg buah dadaku.
Aku mendesis dan tubuhku menegang merasakan mulut Hubertus mulai beraksi di buah dadaku. Bongkahan dada kananku dia jilati seluruhnya hingga basah, lalu dikenyot-kenyot di dalam mulutnya. Kepalanya kudekap erat pada buah dadaku. Selesai dengan yang kanan kini dia melakukan hal yang sama terhadap yang kiri yang sejak tadi dia remasi dengan tangannya. Kedua buah dadaku jadi basah oleh liurnya. Tangannya mulai berani menyusuri lekuk-lekuk tubuhku, pantatku yang sekal dia elus-elus sambil terus menyusu. Kuraih telapak tangannya yang lagi mengelus pantatku dan menggiringnya ke vaginaku.
“Disini lebih hangat kan, Ber ?”
“Iya hangat Sheil, sedikit basah gitu”
“Coba lu masukin jarilu lebih dalam lagi ke situ, pelan-pelan aja”
Dua jarinya pelan-pelan memasuki liang kenikmatanku, melewati Paha Sheil yang bergerinjal-gerinjal.
“Sekarang coba lu gosokin daging keci yang…ahhh !!” aku tak tahan untuk tak mendesah sebelum selesai menjelaskan karena sensasi yang ditimbulkannya, Hubertus sudah terlebih dulu mengepit benda itu diantara dua jarinya dan mengusap-usapnya
“Kenapa Sheil ? sakit ?” tanyanya polos
“Nggak…enak terusin Ber, itu yang namanya klitoris, daerah rangsangan wanita, ayo gituin lagi !!”
Dia melanjutkan usapannya pada klitorisku dan semakin lama semakin nikmat. Mulutnya kembali mencaplok buah dadaku. Aku menggelinjang keenakan dengan nafas makin memburu, tanganku mencengkram pundaknya dan membelai kepalanya.
“Oohh…yess…gitu, i like it…terus…terus !!” desahku sesekali menggigit bibir bawah
Lagi enak-enaknya terbuai tiba-tiba HP-ku berbunyi, sehingga Hubertus berhenti sejenak melihat asal suara
“handphone  lu tuh Sheil, mau diangkat ?” tanyanya
“Udah ah biarin aja…ayo lagi tanggung nih !” kataku sambil membenamkan wajahnya ke dadaku lagi
Dari ringtonenya aku tahu itu pasti salah satu dari geng-ku, kalau tidak Verna, Indah, atau Ratna, paling-paling mau ngajak jalan atau ketemuan, nanti juga bisa.
“Sheil, tapi itu…kalo penting…?” tanyanya lagi
“Cerewet, ayo terusin lagi, bukan urusan lu Ber !” bentakku membenamkan lagi wajahnya ke dadaku
Kamipun kembali berpacu dalam nafsu, ringtone HP-ku terus berbunyi sampai berhenti beberapa saat kemudian. Dia kini lebih ahli melakukan tugasnya, hisapannya pada buah dadaku semakin mantap, pipinya sampai kempot menghisapnya. Tangannya pada vaginaku bukan cuma mengusap-usap saja, namun sudah berani menusuk-nusuk sambil tetap memainkan klitorisku. Sebelum dia membuatku orgasme aku memegang pergelangan tangannya dan menyuruhnya menarik keluar dari vaginaku. Jari-jarinya basah sekali oleh cairan kewanitaanku Aku mencegahnya waktu dia mau mengelap jarinya itu.
“Jangan dibuang dong, mubazir” cegahku
“Hah, tapi lengket gini Sheil, emang mau diapain ?” tanyanya heran
Aku tidak menjawabnya selain mendekatkan telapak tangannya ke mulutku, kemudian kumasukkan jari telunjuknya ke mulutku, kuemut dengan penuh perasaan merasakan cairanku sendiri. Tatapan mataku yang binal menatap wajahnya yang terbengong-bengong dengan tingkahku yang liar.
“Coba Ber, rasain deh sarinya wanita seperti gua tadi !” kudekatkan jari-jari basah itu ke mulutnya
Mulanya dia agak ragu-ragu dan risih menSheilSheilpi cairan itu, namun karena kubujuk terus akhirnya dia pun pelan-pelan menjilati juga cairanku yang belepotan di jarinya itu.
“Terus..lagi di sebelah Bera tuh, belum habis” aku menyemangatinya karena dia ragu-ragu menjilatinya.
“Gimana rasa ny Ber ?” tanyaku dengan tertawa tertahan
“Aneh Sheil, tapi lama-lama enak juga sih”
Setelah itu aku menyuruhnya rebahan lalu aku naik ke atasnya. Aku melepaskan kacamatanya lalu menaruhnya di meja keSheill sebelah ranjang. Kami berpelukan erat dan kembali berciuman dengan penuh gelora. Sambil berciuman tangannya menjalar turun mengelus punggungku dan meremas kedua belah pantatku. Nafas kami sudah demikian memburu sehingga semburan ny terasa pada wajah masing-masing. Mulutku merambat ke bawah menSheilumi lehernya dan terus ke dadanya, putingnya kuSheilum dan kugigit agak keras sambil menariknya.
“Aooww…Sheil…nakal lu yah…kaget tau !” tersentak kaget dengan gerakan agresifku
Aku tertawa cekikikan karena reaksinya, dasar amatiran, lucu banget ML sama yang model ginian. Sesaat kemudian aku meraih kemaluannya dan mulai mengarahkannya ke vaginaku.
“Selamat yah sebentar lagi lu jadi pria dewasa” ucapku seolah menyalaminya yang sedang menuju saat-saat terakhir keperjakaannya.
Pelan-pelan aku menurunkan badanku hingga benda itu melesak ke dalamku diiringi desahan kami. Aku melihat wajahnya yang meringis antara rasa perih dan enak merasakan barangnya dijepit vaginaku. Setelah masuk setengahnya aku langsung menduduki kemaluannya dan bless…amblaslah benda itu seluruhnya ke dalamku. Aku mendesah panjang, begitupun Hubertus, matanya melotot dan mengerang merasakan jepitan SheilSheilg vaginaku pada kemaluannya yang merenggut keperjakaannya.
Aku sengaja mendiamkan sejenak kemaluannya tertancap padaku supaya dia bisa beradaptasi dan meresapi saat-saat pertamanya dulu. Kemudian aku mulai menggoyangkan pinggulku pelan-pelan.
“Enak Ber ?…eeemmhhh !” tanyaku lirih
“Iya Sheil….oohh…enak abis…ughh, mantap !”
Gerakan naik-turunku bertambah cepat secara bertahap, buah dadaku mulai ikut bergoyang-goyang seirama goyang badanku.
“Mainin susu gua Ber…ohhh !” pintaku manja sambil menaruh tangan kanannya ke buah dadaku
“Aahh..ahhhh…yang keras pencetnya !” desahku makin gila bersamaan dengan birahiku yang makin tinggi
Hentakan badanku makin keras sampai kepala kemaluan itu terkadang menyodok-nyodok rahimku. Keringat pun bercucuran pada tubuh dan wajah kami apalagi kamar ini tidak ber-AC, cuma dipaBerg exhaust van di atas pintu. Walaupun aku berusaha agar tidak terlalu gaduh mengingat hari masih terang dan banyak orang lalu lalang, namun sesekali aku tak kuasa menahan jeritan keSheill kalau hentakannya kencang atau mengenai G-spot ku. Memang tidak nyaman melakukannya pada saat dan tempat seperti ini, tapi kalau sudah kebelet ya apa boleh buat, lagipula ada sensasi tersendiri juga bermain dalam keadaan tidak safe seperti ini.
Tak lama kemudian aku merasakan perasaan yang luar biasa sehingga secara alami goyangan badanku bertambah kencang, hal ini membuat erangan kami semakin terdengar. Tanpa mengurangi frekuensi genjotan aku menunduk melumat bibirnya dengan tujuan meredam suara kami agar tidak mengundang perhatian. Akhirnya ketika gelombang orgasme menerpa, yang terdengar hanya erangan tertahan, dengan refleks aku menekan vaginaku hingga kemaluan itu tertancap maksimal, Hubertus jadi kelabakan karena aku menghisap lidahnya dengan kuat ditambah pelukanku yang makin erat. Akhirnya tubuhku melemas di atasnya dengan kemaluan masih menancap di vaginaku. Dibelainya rambut dan punggungku dengan lembut
“Sheil, itu tadi yang namanya orgasme yah ? gila banjir banget lu tadi, tapi enak, hangat !” komentarnya
“Kamu capek Sheil ? udah lemas gini” tanyanya melihatku yang bernafas ngos-ngoBer.
“Nggak, lu juga masih kuat kan, sekarang kita ganti gaya yah !” kataku sambil bangkit dan bertumpu dengan kedua tangan dan lututku
Pinggulku kutunggingkan seakan menantangnya memperlihatkan kemaluanku yang merah dengan bulu-bulunya hitam yang lebat. Tanpa harus kuajari lagi Hubertus menempelkan kemaluannya pada bukit kemaluanku yang becek. Dengan mesra dia membenamkan kemaluannya sedikit demi sedikit.
“Ooohh…yeahh ! fuck me like that…uuhh…i’m your bitch now !” erangku liar
Ronde berikutnya pun dimulai, kami saling memacu tubuh kami dalam posisi doggy. Sambil menggenjotku, tangannya memijati buah dadaku yang bergelayutan dengan lembut, kupegangi tangannya agar remaBernya ke buah dadaku tambah keras, tubuhku kugoyangkan berlawanan arah dengan sentakannya sehingga sodokan kemaluannya makin terasa. Tidak sia-sia ajaranku, ternyata dia tidak mengecewakan seperti perkiraan dulu. Lima belas menit kemudian, kami berganti posisi lagi, aku telentang di tengah ranjang membuka lebar kakiku sementara dia tetap dalam posisi berlututnya diantara kedua pahaku. Sekarang dia yang memegang kendali tanpa arahan-arahan dariku lagi, kedua betisku Sheilaikkan ke pundaknya, tangannya turut aktif menjelajahi tubuhku. Yang kulakukan kini hanyalah mendesah, menggeleng-gelengkan kepala dan menggigit jari menikmati hasil pengajaranku. Aku lalu menurunkan kedua betisku itu dan meraih lehernya, mengisyaratkan agar dia maju menindihku. Kami sudah demikian hanyut dalam kenikmatan sampai dua SMS yang masuk ke HP-ku pun tidak mengusik kami. Sambil terus menggumuliku, dia menciumiku di mulut, pipi, telinga, dan leher
“Ahh-ahhh…Ber, kita coba keluar barengan ya, lu udah mau kan” desahku sambil mempererat pelukan ketika kurasakan peraBer itu sudah mendekat
“Iyah Sheil, gua juga udah mau !” jawabnya terengah-engah sambil mempercepat genjotannya.
Kembali aku mengalami klimaks bersamanya yang lebih panjang dari sebelumnya, tanpa peduli keadaan aku mengerang panjang melepaskan segala perasaan yang ada dalam diriku. Disaat bersamaan pula, Hubertus menyusul ke puncak dengan menyemburkan maninya yang kental ke vaginaku hingga bercampur dengan lendir kewanitaanku.
“Oouuughh…!” dia pun melenguh panjang mengakhiri permainan ini
Kami berciuman dalam pelukan menikmati sisa kenikmatan hingga akhirnya terkulai lemas bersebelahan namun masih tetap berpelukan, mata kami saling pandang satu sama lain tanpa berkata-kata karena masih lelah.
“Sheil, lu bakal hamil ngga ntar, takutnya…” tanyanya dengan khawatir
Aku tersenyum dengan pertanyaan polosnya lalu menjawabnya sambil memegang hidung keSheillnya
“Ah lu, udah ngelakuin baru tanya akibatnya, tapi tenang, wanita kan ada masa-masa suburnya dan sekarang gua lagi aman kok, masa gitu aja ga tau sih ? kaan dulu di biologi ada ?”
“Iya sih, tapi kan prakteknya gua belom gitu jelas, sekarang baru dijelasin ama lu hehehe” dia tertawa renyah
“Eh Sheil, gambar yang ini buat gua aja yah, buat kenangan pertama kalinya gua ngelukis bugil, ntar kalau mau gua gambarin lagi buat lu, please” pintanya
Aku sih iya-iya saja, toh niatku menggodanya sudah tercapai.
Hari-hari berikutnya, kami beberapa kali bekerjasama membuat ‘karya seni’. Tidak jarang aku memberi saran mengenai latar dan pose. Kami saling berbagi pengalaman, aku mendapat pengalaman sebagai model lukisan, dia pun mendapat banyak wawaBer untuk meningkatkan bakat seninya dan tidak ketinggalan pelajaran seks dan hubungan sosial dariku. Kini Hubertus sudah lebih pandai bergaul, tidak sekuper dulu lagi. Bahkan pernah dia mengutarakan perasaannya padaku, namun sayang aku harus menolaknya dengan halus, karena aku belum siap mendapatkan pacar lagi sejak hubungan Sheilntaku di masa lalu kandas tiga kali. Kami tetap berteman baik hingga kini. Ketika aku lulus beberapa bulan lalu dia telah mempunyai pacar. Syukurlah, aku pun senang karena bisa membantunya belajar mengenai hidup dan membuatnya lebih terbuka.